Meski menyandang predikat sebagai kota besar sekaligus Ibukota Negara, ternyata Jakarta masih menyimpan masalah serius. Selain masalah kemacetan lalu lintas, tingginya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan buta huruf, Jakarta juga dihadapkan pada masalah tingginya angka pengangguran. Buktinya, jumlah pengangguran di DKI selalu meningkat setiap tahun. Hingga Agustus 2008 ini, pengangguran di Jakarta berjumlah 543 ribu orang atau bertambah 998 orang dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 542.002 orang. Penganggur itu rata-rata berusia 19 hingga 23 tahun.
Peningkatan jumlah pengangguran ini salah satunya disebabkan oleh derasnya laju urbanisasi dari daerah ke Jakarta. Selain juga diakibatkan banyaknya lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kondisi ini tak pelak membuat Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta bekerja ekstra keras. Deded Sukandar, Kepala Disnakertrans DKI mengatakan peningkatann jumlah pengangguran ini bukan hanya masalah Pemprov DKI saja, melainkan juga menjadi masalah provinsi-provinsi lain di Indonesia. Bahkan sudah menjadi masalah nasional yang juga turut dipikirkan oleh pemerintah pusat. Sebab, menurut Deded, tingginya jumlah pengangguran di DKI disebabkan oleh tak terbendungnya laju urbanisasi dari berbagai daerah ke Jakarta.
Saat ini, kata Deded, Disnakertrans sedang memilah-milah dari jumlah 543 ribu pengangguran ini, mana yang memang asli usia produktif yang menganggur asal Jakarta dan mana yang berasal dari luar Jakarta. Pemilahan ini berguna untuk mencari pemecahan masalah yang tepat. Disnakertrans juga berupaya menurunkan jumlah pengangguran hingga 20 persen di tahun 2008.
“Tapi saya belum yakin penurunan 20 persen dapat tercapai. Karena tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan,” kata Deded Sukandar kepada beritajakarta.com, Sabtu (23/8). Kendati tidak yakin, bukan berarti Disnakertrans DKI hanya diam saja atau berleha-leha dalam mengatasi pengangguran yang selalu bertambah tiap tahun. Deded mengatakan, tengah berupaya keras untuk melakukan langkah-langkah penurunan angka pengangguran.
Salah satunya ada dengan meningkatkan peranan Balai Latihan Kerja (BLK) di lima wilayah Provinsi DKI Jakarta. BLK yang berjumlah 20 buah ini bisa menampung 60 orang yang tidak punya pekerjaan untuk ditempa dalam berbagai keterampilan seperti menjahit, bengkel, tata boga, komputer, dan keterampilan lainnya yang diperlukan oleh hotel, perusahaan motor bahkan instansi pemerintahan daerah setempat.
Deded menerangkan para lulusan BLK itu memiliki keterampilan yang tidak kalah kualitasnya dengan lulusan perguruan tinggi. Buktinya mantan didikan BLK sudah ada yang diminta oleh hotel-hotel ternama, perusahaan garmen, dan instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga kerja. Contohnya, sambungnya, di BLK Jakarta Timur. Dari 60 orang yang menempuh pelatihan kerja di sana, hampir 50 persen diminta beberapa perusahaan untuk menjadi pegawai mereka. “Sedikit demi sedikit kita mengatasinya dengan cara menjalin kerja sama dengan instansi dan perusahaan melalui pemagangan-pemagangan. Dan akhirnya mereka dipekerjakan,” ujar Deded.
Cara lainnya, Disnakertrans juga membina kerja sama dengan berbagai perusahaan untuk mengadakan pelatihan keterampilan. Saat ini, Disnakertrans telah mengadakan pelatihan kerja sama bengkel dengan Perusahaan Toyota Astra. Dari hasil pelatihan tersebut, Toyota Astra akan melihat peserta didik yang dinilai berkualitas baik lalu diajak bergabung untuk bekerja di perusahaannya.
Mengenai peningkatan pengangguran juga diakui oleh Muhayat, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta. Saat ditemui seusai memberikan pengarahan pada acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) DKI Jakarta di Gedung Pola, Balaikota DKI Jakarta, Jumat (22/8), Muhayat menyatakan pengangguran terjadi karena urbanisasi tidak bisa ditekan. Itu terlihat dari setiap tahunnya, seusai lebaran, Jakarta akan menampung kaum pendatang dari provinsi lain sebanyak 205 ribu hingga 300 ribu orang.
Untuk menekan arus urbanisasi, mantan Walikota Jakarta Pusat ini menyatakan perlu kerja sama dengan pemerintah provinsi lain. Dengan azas otonomi daerah, pembangunan di luar Jakarta harus dapat diakselarasikan dengan di ibukota, sehingga tidak ada lagi warga yang berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Karena di daerahnya telah memberikan kesempatan pekerjaan yang lebih luas dari ibukota.
Masalah pengangguran tidak terlepas bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan. Muhayat menerangkan, masalah lapangan pekerjaan ditentukan besar kecilnya investasi. Ia menyatakan investasi itu bisa ada, bila kondisi kota aman. “Upaya yang kita lakukan agar Jakarta kondusif untuk investasi, kalau tidak aman maka investasi berpengaruh, akibatnya lapangan kerja tidak bertambah,” tukasnya. Namun saat ini Muhayat meyakini kondisi Jakarta cukup kondusif untuk berinvestasi.
Dari data Departemen Tenaga Kerja, jumlah penduduk DKI Jakarta berumur 15 tahun ke atas yang jobless alias menganggur tiap tahunnya tidak pernah stabil, selalu naik turun. Pada tahun 2002, jumlah pengangguran ada 605.924 orang, memasuki tahun 2003 menurun menjadi 589.682 orang. Tahun 2004 naik dengan angka hampir sama dengan tahun 2002 yaitu 602.741 orang. Kemudian naik lagi di tahun 2005 mencapai 615.917 orang. Dua tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2006 berjumlah 590.022 orang dan 2007 mencapai 542.002. Hingga Agustus 2008 meningkat menjadi 543.000 pengangguran.
Ketidakstabilan jumlah pengangguran di DKI Jakarta, salah satunya disebabkan jumlah pencari kerja lebih banyak dari lowongan kerja yang ditawarkan dan penempatan kerja dari pencari kerja yang dianggap memenuhi kriteria yang dipersyaratkan perusahaan-perusahaan.
Sedangkan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Max H. Pohan, dalam acara Musrenbang DKI Jakarta mengatakan tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2009 antara lain mendorong pertumbuhan ekonomi dalam tingkat yang tinggi agar mampu mengurangi kemiskinan, pengangguran, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Saat ini realisasi pengangguran secara nasional harus mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Tahun 2007 terealisasi 9,11 persen, Tahun 2008 harus tercapai 8-9 % agar tahun 2009 bisa diturunkan sebesar 7 %.
Beberapa sasaran dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 memerlukan keterpaduan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah ekonomi makro yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen dan laju inflasi sebesar 6 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin akan menurun menjadi 12-14 persen. Sedangkan pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 7-8 persen dari angkatan kerja.
sumber: http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=30060
Tidak ada komentar:
Posting Komentar