Jumat, 22 April 2011

pengangguran di jakarta

Meski menyandang predikat sebagai kota besar sekaligus Ibukota Negara, ternyata Jakarta masih menyimpan masalah serius. Selain masalah kemacetan lalu lintas, tingginya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan buta huruf, Jakarta juga dihadapkan pada masalah tingginya angka pengangguran. Buktinya, jumlah pengangguran di DKI selalu meningkat setiap tahun. Hingga Agustus 2008 ini, pengangguran di Jakarta berjumlah 543 ribu orang atau bertambah 998 orang dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 542.002 orang. Penganggur itu rata-rata berusia 19 hingga 23 tahun.
Peningkatan jumlah pengangguran ini salah satunya disebabkan oleh derasnya laju urbanisasi dari daerah ke Jakarta. Selain juga diakibatkan banyaknya lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kondisi ini tak pelak membuat Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta bekerja ekstra keras. Deded Sukandar, Kepala Disnakertrans DKI mengatakan peningkatann jumlah pengangguran ini bukan hanya masalah Pemprov DKI saja, melainkan juga menjadi masalah provinsi-provinsi lain di Indonesia. Bahkan sudah menjadi masalah nasional yang juga turut dipikirkan oleh pemerintah pusat. Sebab, menurut Deded, tingginya jumlah pengangguran di DKI disebabkan oleh tak terbendungnya laju urbanisasi dari berbagai daerah ke Jakarta.
Saat ini, kata Deded, Disnakertrans sedang memilah-milah dari jumlah 543 ribu pengangguran ini, mana yang memang asli usia produktif yang menganggur asal Jakarta dan mana yang berasal dari luar Jakarta. Pemilahan ini berguna untuk mencari pemecahan masalah yang tepat. Disnakertrans juga berupaya menurunkan jumlah pengangguran hingga 20 persen di tahun 2008.
“Tapi saya belum yakin penurunan 20 persen dapat tercapai. Karena tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan,” kata Deded Sukandar kepada beritajakarta.com, Sabtu (23/8). Kendati tidak yakin, bukan berarti Disnakertrans DKI hanya diam saja atau berleha-leha dalam mengatasi pengangguran yang selalu bertambah tiap tahun. Deded mengatakan, tengah berupaya keras untuk melakukan langkah-langkah penurunan angka pengangguran.
Salah satunya ada dengan meningkatkan peranan Balai Latihan Kerja (BLK) di lima wilayah Provinsi DKI Jakarta. BLK yang berjumlah 20 buah ini bisa menampung 60 orang yang tidak punya pekerjaan untuk ditempa dalam berbagai keterampilan seperti menjahit, bengkel, tata boga, komputer, dan keterampilan lainnya yang diperlukan oleh hotel, perusahaan motor bahkan instansi pemerintahan daerah setempat.
Deded menerangkan para lulusan BLK itu memiliki keterampilan yang tidak kalah kualitasnya dengan lulusan perguruan tinggi. Buktinya mantan didikan BLK sudah ada yang diminta oleh hotel-hotel ternama, perusahaan garmen, dan instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga kerja. Contohnya, sambungnya, di BLK Jakarta Timur. Dari 60 orang yang menempuh pelatihan kerja di sana, hampir 50 persen diminta beberapa perusahaan untuk menjadi pegawai mereka. “Sedikit demi sedikit kita mengatasinya dengan cara menjalin kerja sama dengan instansi dan perusahaan melalui pemagangan-pemagangan. Dan akhirnya mereka dipekerjakan,” ujar Deded.
Cara lainnya, Disnakertrans juga membina kerja sama dengan berbagai perusahaan untuk mengadakan pelatihan keterampilan. Saat ini, Disnakertrans telah mengadakan pelatihan kerja sama bengkel dengan Perusahaan Toyota Astra. Dari hasil pelatihan tersebut, Toyota Astra akan melihat peserta didik yang dinilai berkualitas baik lalu diajak bergabung untuk bekerja di perusahaannya.
Mengenai peningkatan pengangguran juga diakui oleh Muhayat, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta. Saat ditemui seusai memberikan pengarahan pada acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) DKI Jakarta di Gedung Pola, Balaikota DKI Jakarta, Jumat (22/8), Muhayat menyatakan pengangguran terjadi karena urbanisasi tidak bisa ditekan. Itu terlihat dari setiap tahunnya, seusai lebaran, Jakarta akan menampung kaum pendatang dari provinsi lain sebanyak 205 ribu hingga 300 ribu orang.
Untuk menekan arus urbanisasi, mantan Walikota Jakarta Pusat ini menyatakan perlu kerja sama dengan pemerintah provinsi lain. Dengan azas otonomi daerah, pembangunan di luar Jakarta harus dapat diakselarasikan dengan di ibukota, sehingga tidak ada lagi warga yang berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Karena di daerahnya telah memberikan kesempatan pekerjaan yang lebih luas dari ibukota.
Masalah pengangguran tidak terlepas bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan. Muhayat menerangkan, masalah lapangan pekerjaan ditentukan besar kecilnya investasi. Ia menyatakan investasi itu bisa ada, bila kondisi kota aman. “Upaya yang kita lakukan agar Jakarta kondusif untuk investasi, kalau tidak aman maka investasi berpengaruh, akibatnya lapangan kerja tidak bertambah,” tukasnya. Namun saat ini Muhayat meyakini kondisi Jakarta cukup kondusif untuk berinvestasi.
Dari data Departemen Tenaga Kerja, jumlah penduduk DKI Jakarta berumur 15 tahun ke atas yang jobless alias menganggur tiap tahunnya tidak pernah stabil, selalu naik turun. Pada tahun 2002, jumlah pengangguran ada 605.924 orang, memasuki tahun 2003 menurun menjadi 589.682 orang. Tahun 2004 naik dengan angka hampir sama dengan tahun 2002 yaitu 602.741 orang. Kemudian naik lagi di tahun 2005 mencapai 615.917 orang. Dua tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2006 berjumlah 590.022 orang dan 2007 mencapai 542.002. Hingga Agustus 2008 meningkat menjadi 543.000 pengangguran.
Ketidakstabilan jumlah pengangguran di DKI Jakarta, salah satunya disebabkan jumlah pencari kerja lebih banyak dari lowongan kerja yang ditawarkan dan penempatan kerja dari pencari kerja yang dianggap memenuhi kriteria yang dipersyaratkan perusahaan-perusahaan.
Sedangkan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Max H. Pohan, dalam acara Musrenbang DKI Jakarta mengatakan tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2009 antara lain mendorong pertumbuhan ekonomi dalam tingkat yang tinggi agar mampu mengurangi kemiskinan, pengangguran, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Saat ini realisasi pengangguran secara nasional harus mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Tahun 2007 terealisasi 9,11 persen, Tahun 2008 harus tercapai 8-9 % agar tahun 2009 bisa diturunkan sebesar 7 %.
Beberapa sasaran dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 memerlukan keterpaduan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah ekonomi makro yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen dan laju inflasi sebesar 6 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin akan menurun menjadi 12-14 persen. Sedangkan pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 7-8 persen dari angkatan kerja.

 sumber: http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=30060

Rabu, 20 April 2011

dinamika organisasi

DINAMIKA ORGANISASI

Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip. Di dalam sebuah organisasi tentu akan terjadi suatu dinamika dimana menuntut perhatian pengurus dan anggotanya. Dinamika organisasi yang harus dikelola secara cerdas dan konstruktif ialah terletak pada konflik yang sering timbul di suatu organisasi, karena dalam kenyataannya konflik tidak selamanya bersifat destruktif akan tetapi akan mampu meningkatkan produktifitas suatu organisasi apabila dapat di atasi dan dikelola dengan baik.



PENGERTIAN KONFLIK

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Karakteristik-karakteristik kepribadian tertentu, seperti otoriter atau dogmatis juga dapat menimbulkan konflik. Arti konflik banyak dikacaukan dengan banyaknya definisi dan konsepsi yang saling berbeda. Pada hakekatnya konfilk dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Konflik Organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.



JENIS-JENIS KONFLIK

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
Konflik dalam diri individu Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Konflik antar individu dalam organisasi yang sama karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik antar individu dan kelompok seringkali berhubungan dengan cara individumenghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja.
Konflik antar organisasi konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.



SEBAB-SEBAB TIMBULNYA KONFLIK

Setelah mengapa ada konflik, biasanya ada sumber-sumber yang menjadikan konflik tersebut muncul, secara umum biasanya terjadi karena tersebut dibawah ini:
Adanya aspirasi yang tidak ditampung.
Saling ketergantungan tugas.
Ketergantungan satu arah.
Ketidakpuasan, perasaan ketidakadilan.
Distorsi komunikasi.
Tidak ada pedoman.
Aturan yang kurang jelas.
Kurang transparannya beberapa hal.



MENGENDALIKAN KONFLIK

Konflik agar tidak mengarah ke destruksi harus bisa dikendalikan, antara lain dengan cara sebagai berikut:
Harus sering mengadakan musyawarah.
Adanya komunikasi dua arah yang enak dan luwes.
Memberi keadilan pada semua lini.
Transparan dalam semua hal.
Ada pedoman yang jelas.
Ada aturan yang jelas.
Semua aspirasi dianggap penting dan dikomunikasikan.



TEORI MOTIVASI

Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.

Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk menjelaskan motifasi sebab :
Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan.
Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.

Berikut ini dikemukakan huraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai factor pendorong dari prilaku manusia.
Motif Kekuasaan Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
Motif Berprestasi Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar n Ach (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar n Ach yang tinggi (high achiever) adalah :1.Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat2.Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang spesifik.3.Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.4.Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya.
Motif Untuk Bergabung Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliansi.
Motif Keamanan (Security Motive) Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.
Motif Status (Status Motive) Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
Kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi.

MOTIVASI/KESIMPULAN

Kebiasaan selama ini dimana konflik ditempatkan dalam destructive zone perlu direformasi kedalam dinamis zone. Konflik yang bersifat positif harus dimanage secara cerdas, tepat dan profesional. Sehingga ada peningkatan performance dan dinamika organisasi. Akhirnya konflik bisa didesign sebagai “mesin” dinamika organisasi Adanya konflik jangan dianggap sebagai suatu kemunduran tapi bisa dianggap sebagai dinamika organisasi dan juga agar organisasi tidak menjadi stagnan. Dan yang lebih penting lagi untuk belajar bersama dari adanya konflik tersebut, dengan konflik menjadikan anggota maju dalam berpikir, maju dalam wawasan, maju dalam wacana dan bisa menghargai beda pendapat. Dan yang terakhir agar organisasi bisa menjadi “hidup”. Pelaku konflik tidak dianggap sebagai musuh, pelaku konflik jangan dianggap sebagai perusak organisasi tapi harus ditempatkan sebagai motor dinamika organisasi.

Komunikasi dalam organisasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”.  Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya.  Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.


Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.


3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1.  Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.  Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.   Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.